Sabtu, 13 Februari 2021

SEANDAINYA

 



Hujan barulah reda ketika kita duduk diberanda sambil menikmati kopi dan sekedar camilan dari hasil mencoba berkreatif dari bahan sekedarnya yang bisa aku temukan di dapur. Kamu tidak mencelanya meskipun jelas pisang itu tenggelam dalam balutan tebal tepung.

 

Kamu datang dua hari yang lalu, muncul dengan senyum sederhana yang sama yang membuatku terpesona bertahun lalu, bahkan juga kini masih memesonaku. Kau menyapa seolah aku tidak pernah menuding dan memintamu pergi. Memintamu untuk menjauh dan bahkan memintamu untuk jangan pernah berani untuk menoleh.

 

Sepertinya bukan hanya karena kamu begitu keras kepala, tapi juga karena hatiku lemah maka aku membirakanmu sekali lagi masuk, dan kembali membiarkan rumah terbiasa dengan kehadiranmu. Ahk... kalau sudah begini, mantra kutukan sudah tidak ada gunanya lagi. Karena aku jauh lebih hafal mantra penangkalnya.

 

Aku sudah tidak ingin menggodamu dengan pertanyaan-pertanyaan soal gadis mungil jelitamu atau siapapun ia yang sudah menjadikamu begitu melankolis, sekaligus juga angkuh. Hingga seolah lupa bahwa aku tidak pernah meminta apapun darimu. Bahwa bukanlah aku yang menggandeng tangamu, tapi kamu lah yang menggenggam tanganku ketika kita memutuskan untuk melongok padang dibalik kabut selepas hujan. Bahwa aku... bahwa aku... Ahk... sudahlah!

 

Aku tatap rumpun tanaman mawar berbunga magenta; Ya, magenta, tidak merah muda, apa lagi serupa ungu atau merah. warnanya magenta-- yang aku tanam setiap kali aku merindukanmu. Rembulan separuh muncul dari balik awan kelabu ketika tiba-tiba saja kamu bertanya tentang kita, dan lalu tentang anak yang bahkan tidak sedang dan atau bahkan tidak akan pernah aku kandung dan lahirkan, hingga membuatku nyaris tersedak kopi. Aku tidak tau harus berkata apa melihat bagaimana kamu membicarakannya selayak lelaki yang ingin punya banyak anak.

 

Aku berharap bisa membaca pikiranmu, jadi aku bisa mengetahui darimana munculnya pemikiran itu, bahkan ketika kita ini bukanlah sepasang kekasih?. Aku tidak ingin berandai-andai. Aku sudah lelah berandai-andai.

 

Andai kamu bisa melihatku dengan utuh.

Andai kamu bersedia melihat jauh kedalam hatiku.

Andai kamu berhenti menguji kesabaranku.

 

Andai kamu menyayangiku dengan cukup. Cukup untuk tidak memperlakukan aku sebagai pilihan. Cukup untuk tidak datang dan pergi sesuka hati seolah hatiku tidak terluka. 

 

Seandainya... senadainya... seandainya... Aku lelah berandai-andai.

 

Aku potong ocehanmu dengan satu kecupan. Ringan. Tepat dibibirmu. Aku selalu ingin melakukan itu. Mengejutkanmu dengan satu kecupan. Satu detik untuk menyadarkanmu bahwa aku mencintaimu.

 

Sunyi. Kamu hanya menatapku. Dan aku biarkan sunyi mendekap kami. 'Harus dramatis' gumamku dalam hati, aku sudah berjanji pada diriku sendiri, ketika saatnya tiba, aku harus menjadikannya dramatis.

 

Setelah beberapa saat sunyi, aku tarik nafas panjang. 

 

"Kamu bicara soal anak seolah kamu akan menetap. Sedang kita berdua tau, entah besok, entah lusa, atau entah minggu besok, atau entah bulan depan, kamu akan pergi lagi. Mengasingkan aku lagi," aku tatap kamu tepat dikedua matamu, "kamu tau? Tidaklah mudah menciptakan mantra diam dan lupa. Karena disangkal pun, kenyataannya tidak bisa dibantahkan. Aku mencintaimu."

 

Kamu tidak mengatakan apa-apa, hanya menatapku dengan sorot mata yang kini menjadi lebih dingin daripada pagi selepas hujan semalaman.

 

"Aku akan termakan waktu, menjadi tua. Dan aku tidak ingin menghabiskan waktuku dengan menunggu sampai kamu mencintaiku, karena aku tau, kita sama-sama tau kalau kamu hanya mencintai dirimu sendiri. Jadi, pergilah. Dan jangan kembali lagi"

 

Kamu bangkit dari dudukmu dan melangkah masuk kedalam rumah dengan kesal, seperti yang selalu terjadi setiap kali kita membicarakan tentang cinta. Kenapa aku selalu lupa, kalau kamu begitu keras kepala?

 

~CM~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEANDAINYA

  Hujan barulah reda ketika kita duduk diberanda sambil menikmati kopi dan sekedar camilan dari hasil mencoba berkreatif dari bahan sekedarn...