Jumat, 27 November 2020

Mantra Pembuka


 

Aroma apel menyeruak begitu aku sampai diujung lorong pendek yang menghubungkan pintu masuk dan ruang duduk. Ketika aku menoleh ke areal dapur yang terletak di sebelah kiri diseberang ruang duduk. Aku meliha sebuah mug diatas meja sarapan yang memisahkan dapur bersih dan dapur kotor dengan ruang duduk , asap mengepul dari mug itu. Aku letakkan tas selempangku begitu saja di lantai dan mendekati konter itu. Ketika aroma teh apel semakin kuat mengisi rongga hidungku, aku merasakan ngilu yang sangat familiar. Rindu.


Aku tatap mug itu, cukup lama untuk meresapi aroma rindu yang semakin kuat mengisi ruang hati.
"kamu tau kalo aku akan datang" gumamku pada pria bertubuh ramping yang tengah bersandar pada konter dapur dengan kaki menyilang. Dia memegang mug yang sama dengan yang diatas meja, namun aromanya berbeda. Ada aroma bergamont dari mug itu, Earl Grey, favorite nya.


"kita sudah berjanji bukan?" sahutnya dari bibir mugnya.


Ya, janji minum teh disetiap hari rabu jam empat sore. Janji yang sudah sangat lama aku abaikan. Terakhir kami minum teh bertahun lalu, sebelum dia pergi mengikuti adrenalinnya. Berpetualang keliling dunia. Hari terakhir kami saling bicara. Tidak ada selamat tinggal atau sampai jumpa lagi. Dan aku hanya pergi begitu saja, dan dia hanya diam melepaskan aku pergi begitu saja.


Aku tatap kotak kayu dengan gambar menara Eiffel diatasnya yang diletakkan tidak jauh dari mug teh apel yang disiapkan untukku.


"oleh-oleh buatmu" gumamnya sambil bangkit dan mendekat.


Aku buka kotak itu, ada tiga botol bertutup gabus. Satu berisi bunga lavender kering, satu berisi minyak mawar, dan satu berisi garam laut.


"sudah waktunya kembali meramu mantra" sambungnya sambil meletakkan sebuah keranjang berisi toples-toples berisi rempah-rempah dihadapanku.


Aku menatapnya, dan menyadari bahwa aku tidak pernah berhenti merindukan pria ini, dan pada setiap perjumpaan aku mengakui bahwa aku jatuh cinta lagi-dan lagi pada pria ini. Bukan cinta romantis seperti dalam cerita-cerita roman. Tapi cinta secara spiritual, cinta yang melewati batas romantisme.


"dan meski aku tidak begitu menyukai kehadiran dan keberadaannya, karena dia membuat perhatianmu padaku jadi terbagi" ucapnya sambil megeluarkan sebuah kantung kain dari dalam laci konter, 

"tapi dia harus tetap ada, karena dialah yang membakar dan menghidupkan cinta dalam hatimu" imbuhnya sambil meletakkan kantung kain berisi biji kopi itu dihadapanmu. 

Kami tahu isi kantung itu adalah kopi dari pita pengikatnya yabg berwarna magenta. Dia selalu sangat detil dalam semua hal, dan detil ini aku tahu ditujukan untul siapa.


"mulailah dengan mantra pelepas dan pembalik" ujarnya sambil menyentuh pipiku dengan lembut.
"kamu tau kalo aku bakal datang?" aku mengulang pertanyaanku.
"aku tau noona akan selalu kembali," setelah sekian lama, akhirnya aku mendengar panggilan itu lagi, "sejatinya aku tidak pernah pergi, aku selalu ada disini" imbuhnya sambil menatapku dengan lembut dan dalam.
"seperti kejora bintang pagi" gumamku lirih.
"akulah Kejora" sahutnya sambil tersenyum. Dan ketika aku lihat kerlip binar di matanya, hatiku terasa penuh. 

Semua akan baik-baik saja, gumamku dalam hati. Kejora sudah kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEANDAINYA

  Hujan barulah reda ketika kita duduk diberanda sambil menikmati kopi dan sekedar camilan dari hasil mencoba berkreatif dari bahan sekedarn...